Jumat, Juli 06, 2012

Tugas Akhir

Nemu file Tugas Akhir gw waktu masih kuliah diploma di komputer kantor.. keknya dulu gw pernah back up data flash disk di komputer ini, sedangkan flash disknya sendiri udah ilang entah kemana..  :hammer:

Baca2 ginian lalu kemudian mengingatkan gw kepada skripsi yang ga jalan2.. :hammer: ga tau antara males.. efek rasa kesel.. kecewa.. dan ga tau lah apa..

inilah tulisan gw waktu D3..



PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Penulisan
Konsep defisit anggaran pertama kali digunakan pasca reformasi keuangan negara. Namun meskipun demikian, sejak awal dilaksanakannya pembangunan nasional (Repelita I) yang secara resmi menganut sistem anggaran berimbang dan dinamis, APBN cenderung mengalami kondisi defisit, yang kemudian akan diimbangi/dibiayai dengan utang/pinjaman proyek dan pinjaman program.
Oleh karena itu, walaupun belum menganut anggaran surplus/defisit, tetapi sejak tahun tersebut didalam APBN sudah terdapat komponen pembayaran cicilan pokok sebagai bagian dari kebutuhan pembiayaan. Pembayaran cicilan pokok utang dalam APBN merupakan konsekuensi dari penggunaan utang sebagai sumber pembiayaan anggaran tahun-tahun sebelumnya.

Pengalaman krisis ekonomi tahun 1998 mengajarkan, ketika itu pengelolaan utang pemerintah tidak sebaik sekarang. Belum adanya penaksiran risiko yang memadai terhadap pinjaman menyebabkan Indonesia mengalami masalah dalam pembayaran kembali utang-utangnya (repayment).

Saat ini didalam KMK No.447/KMK.06/2005 telah diatur mengenai strategi pengelolaan utang pemerintah untuk periode tahun 2005-2009. Salah satu strategi umum yang dilakukan dalam pengelolaan portofolio dan risiko utang adalah dengan pengurangan utang negara.

Skema pengurangan utang negara dapat ditempuh melalui 3 (tiga) cara sebagai berikut:
1.      Pengurangan stok SUN baik melalui pembelian kembali (cash buyback) maupun penukaran utang (debt switching);
2.      Apabila kondisi keuangan memungkinkan, dilakukan pelunasan utang negara sebelum jatuh tempo yang diprioritaskan untuk utang yang dapat meningkatkan eksposure terhadap risiko dalam portofolio utang Negara;
3.      Pemanfaatan fasilitas debt swap yang tersedia dengan memperhatikan faktor pengurangan risiko dan biaya serta kondisi keuangan pemerintah;

Diantara ketiga skema pengurangan utang negara diatas, penulis sangat tertarik untuk mendalami pelaksanaan pengalihan utang (debt swap). Secara lebih jauh penulis akan membahas tentang pelaksanaan debt swap untuk program kesehatan yang berbasiskan dari pinjaman pemerintah Jerman.

Perjanjian debt swap Jerman-Indonesia ini sendiri secara khusus mengatur pelaksanaan debt swap sebesar EUR 50 juta melalui perantara lembaga Global Fund to fight AIDS, Tubercolosis, and Malaria (GFATM/Global Fund) dengan syarat Pemerintah Indonesia mentransfer dana sebesar EUR 25 juta kepada Global Fund yang akan disalurkan kembali oleh Global Fund melalui hibah kepada Pemerintah Indonesia untuk membiayai program pemberantasan penyakit AIDS, tuberkulosis dan malaria di Indonesia.

Mengingat begitu pentingnya pelaksanaan debt swap untuk mengurangi beban utang negara dan manfaat lain debt swap sebagai alternatif sumber pembiayaan bagi program kesehatan yang menjadi prioritas dalam rangka mencapai tujuan pembangunan milenium (MDGs). Penulis akan berusaha membuat kesimpulan dari analisa permasalahan dan berusaha memberikan saran-saran yang konstruktif atas tinjauan yang telah penulis lakukan. Pembahasan ini akan dituangkan melalui Laporan Praktik Kerja Lapangan yang diberi judul: “TINJAUAN ATAS PELAKSANAAN PENGALIHAN UTANG (DEBT SWAP) DARI PEMERINTAH JERMAN KEPADA INDONESIA UNTUK PEMBIAYAAN PROGRAM KESEHATAN”.
 
A.    Landasan Teori
Menurut definisi IMF, debt swap adalah pertukaran utang, seperti pinjaman atau sekuritas dengan suatu kontrak utang baru (debt to debt swap), atau pertukaran utang dengan saham (debt for equity swap), utang dengan hasil hasil ekspor (debt for exports) atau utang dengan mata uang domestik (debt for domestic currency swap), seperti digunakan untuk membiayai proyek di negara debitur.

Di dalam KMK 447/KMK.06/2005 tahun 2005 tentang strategi pengelolaan utang negara 2005-2009, disebutkan bahwa salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan utang adalah dengan memanfaatkan fasilitas debt swap dari kreditor. Bentuk debt swap yang kerap digunakan di Indonesia, adalah penukaran utang dengan program/kegiatan (debt conversion), sebagai salah satu skema inovatif untuk mengurangi utang sekaligus menambah sumber pendanaan program/kegiatan. 

Karena merupakan sesuatu yang relatif baru, kerap terjadi kesimpangsiuran pemahaman mengenai skema debt swap dalam bentuk debt conversion. Beberapa kesimpangsiuran tersebut antara lain adanya anggapan bahwa dengan adanya skema tersebut pihak Indonesia akan mendapatkan dana segar dari pemerintah/lembaga yang memberikan fasilitas skema debt swap. Padahal sesungguhnya tidak demikian, skema debt swap dalam bentuk debt conversion bukanlah skema yang mendatangkan dana segar, justru pemerintah yang memanfaatkan skema ini harus mengalokasikan sejumlah dana untuk pembiayaan satu atau beberapa program/kegiatan.

Untuk itu dalam penulisan Laporan PKL ini, penulis lebih memilih penggunaan kata pengalihan utang daripada pertukaran utang untuk mengartikan kata debt swap. Hal ini dimaksudkan agar menciptakan suatu pemahaman bahwa debt swap yang dimaksud dalam Laporan PKL ini adalah fasilitas penghapusan utang pemerintah melalui proses penukaran (swap) dana yang seharusnya digunakan untuk pembayaran kewajiban utang negara, “dialihkan” menjadi pembiayaan program atau kegiatan yang telah disepakati pemerintah dengan pihak peminjam.

Secara umum, mekanisme debt swap di Indonesia adalah sebagai berikut:
  1. Pembahasan usulan oleh Tim Debt Swap yang dipimpin Deputi VI Menko Bidang Perekonomian Urusan Kerjasama Ekonomi dan Pembiayaan Internasional. Dan anggotanya terdiri dari perwakilan-perwakilan yang berasal Departemen Keuangan, Bappenas, dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
  2. Pihak kreditor lalu akan menyampaikan usulan secara resmi.
  3. Kemudian apabila disetujui, Departemen Keuangan (dalam hal ini Direktorat PHLN Ditjen Pengelolaan Utang) bertugas melakukan negosiasi dan pembahasan teknis perjanjian dengan pihak kreditor.
  4. Pihak Indonesia (Direktorat PHLN) akan memberikan tanggapan atas draft yang diajukan berdasarkan analisa keuangan dan rapat inter departemen (interdep) yang terkait dengan pelaksanaan debt swap.
  5. Apabila telah disepakati antara pemerintah dengan kreditor, K/L atau departemen teknis sebagai pelaksana kegiatan akan melaksanakan kegiatan sesuai perjanjian debt swap dan kegiatan dilakukan melalui mekanisme APBN (secara on budget).
  6. Penghapusan utang (debt cancellation) akan diberikan ketika kegiatan telah melalui tahapan implementasi, evaluasi akhir dan proses audit berdasarkan sistem pengelolaan APBN yang berlaku.
B.     Gambaran Umum Direktorat Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN) Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
            Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 8, disebutkan bahwa salah satu tugas Menteri Keuangan sebagai pemegang kewenangan fiskal adalah melakukan perjanjian intenasional di bidang keuangan negara. Dan bentuk dari perjanjian internasional di bidang keuangan negara diantaranya adalah perjanjian pinjaman dan hibah luar negeri, yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang. 

            Lebih jauh lagi, Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang akan menunjuk Direktorat Pinjaman dan Hibah Luar Negeri dalam melaksanakan hal yang berkaitan dengan perjanjian pinjaman dan hibah luar negeri.

1.   Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat PHLN.
            Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 131/PMK.01/2006, Direktorat Pinjaman dan Hibah Luar Negeri memiliki tugas pokok yaitu menyiapkan perumusan pelaksanaan kebijakan, standardisasi, dan bimbingan teknis pengelolaan pinjaman dan hibah luar negeri berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal. Dan didalam menjalankan tugasnya, Direktorat Pinjaman dan Hibah Luar Negeri menjalankan fungsi:
a.       Penyiapan bahan perumusan pelaksanaan kebijakan pinjaman dan hibah luar negeri;
b.      Penganalisaan kelayakan proyek-proyek yang akan dibiayai dari pinjaman dan hibah luar negeri;
c.       Pelaksanaan kegiatan negosiasi dan penyiapan dokumen, serta penatausahaan perjanjian pinjaman dan hibah luar negeri;
d.      Penyusunan naskah perjanjian pinjaman dan hibah luar negeri;
e.       Penyusunan standarisasi materi perjanjian dan peraturan perundang-undangan serta ketentuan pelaksanaan dalam pengelolaan pinjaman dan hibah luar negeri;
f.       Pelaksanaan urusan tata usaha direktorat.

2.   Struktur Organisasi Direktorat PHLN
Direktorat Pengelolaan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri terdiri dari:
a.       Subbagian Tata Usaha, yang mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga, serta melakukan koordinasi penyiapan data dan bantuan teknis direktorat.
b.      Subdirektorat Pinjaman dan Hibah Luar Negeri, mempunyai tugas melaksanakan analisa kelayakan proyek, penyiapan dokumen loan agreement, pengelolaan pinjaman dan hibah luar negeri, penyiapan rumusan peraturan perundang-undangan, pengkajian peraturan dan penyiapan dokumen hukum pengelolaan pinjaman dan hibah luar negeri, dan pengembangan prosedur operasi standar serta penyusunan kode etik pegawai. 

Pada pelaksanaannya, Subdit. Pinjaman dan Hibah Luar Negeri dibagi tugasnya sesuai sumber pinjaman dan/atau hibah, yaitu:
1.      Subdirektorat Pinjaman dan Hibah Luar Negeri Multilateral I untuk ADB, IFAD, dan IDB.
Subdit. PHLN Multilateral I terdiri dari 4 seksi, yaitu Seksi PHLN Multilateral I A, Seksi PHLN Multilateral I B, Seksi PHLN Multilateral I C, Seksi Peraturan dan Perjanjian Multilateral I.
2.      Subdirektorat Pinjaman dan Hibah Luar Negeri Multilateral II untuk World Bank, European Invesment Bank (EIB), lembaga dibawah naungan PBB dan multilateral lainnya.
Subdit. PHLN Multilateral II terdiri dari 4 seksi, yaitu Seksi PHLN Multilateral II A, Seksi PHLN Multilateral II B, Seksi PHLN Multilateral II C, Seksi Peraturan dan Perjanjian Multilateral II.
3.      Subdirektorat Pinjaman dan Hibah Luar Negeri Bilateral I untuk negara Singapura, Cina, Inggris, Jerman, Perancis, Belgia, Belanda, Finlandia, Denmark, Austria, Swedia, Swiss, Italia, Norwegia dan Negara Eropa Barat lainnya, Slovakia, Rusia, Australia, dan Selandia Baru.
Subdit. PHLN Bilateral I terdiri dari 4 seksi, yaitu Seksi PHLN Bilateral I A, Seksi PHLN Bilateral I B, Seksi PHLN Bilateral I C, Seksi Peraturan dan Perjanjian Bilateral I.
Dan untuk melaksanakan negosiasi perjanjian pengalihan utang (debt swap) dari Pemerintah Jerman kepada Indonesia merupakan bagian dari tugas Seksi PHLN Bilateral I C.
4.      Subdirektorat Pinjaman dan Hibah Luar Negeri Bilateral II untuk negara Jepang, Korea, Malaysia, Brunei Darussalam dan negara Asia lainnya, Spanyol, Polandia, Rumania, Hungaria dan Negara Eropa Timur lainnya, Amerika Serikat, Canada, dan negara-negara Timur Tengah.
Subdit. PHLN Bilateral II terdiri dari 4 seksi, yaitu Seksi PHLN Bilateral II A, Seksi PHLN Bilateral II B, Seksi PHLN Bilateral II C, Seksi Peraturan dan Perjanjian Bilateral II.

C.    Profil Kreditanstalt für Wiederaufbau (KfW)
1.      Sejarah KfW.
KfW adalah Bank Pembangunan milik pemerintah Jerman yang berpusat di Frankfurt am Main. Akronim KfW berasal dari Kreditanstalt für Wiederaufbau, yang berarti Lembaga Kredit untuk Rekonstruksi. KfW dibentuk tahun 1948, setelah berakhirnya Perang Dunia II sebagai bagian dari Marshall Plan.
Marshall Plan atau yang bernama resmi European Recovery Program (ERP) adalah rencana utama Amerika Serikat (AS) untuk membangun kembali dan menciptakan pondasi ekonomi yang kokoh terhadap sekutu-sekutu AS di Eropa yang porak-poranda akibat perang dan untuk menghalau penyebaran paham komunisme setelah berakhirnya Perang Dunia II. Inisiatif ini dicetuskan oleh Menteri Luar Negeri AS George Marshall, oleh sebab itu dinamakan Marshall Plan.

2.      Fungsi dan Tugas KfW.
Seiring dengan tujuan kebijakan pembangunan Pemerintah Republik Federal Jerman yang ditujukan untuk meningkatkan kondisi ekonomi sosial di negara-negara berkembang, Pemerintah Jerman melakukan kerjasama bilateral antar negara. Aspek-aspek kerjasama yang fundamental dalam kerjasama bilateral dilakukan melalui dialog dengan partner negara-negara berkembang dan berupa seleksi proyek-proyek yang akan dipromosikan.

Pemerintah Jerman telah menunjuk Kementerian Federal Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan/Bundesministerium für wirtschaftliche Zusammenarbeit und Entwicklung (BMZ) yang bertanggungjawab dalam pengendalian dan monitoring kerjasama bilateral. Kementerian ini bertugas mengkoordinasikan langkah-langkah yang diperlukan bersama-sama Kementerian Federal lainnya.

Dalam kerangka kerjasama pendanaan antara Pemerintah Jerman dengan negara-negara berkembang, KfW Entwicklungsbank (Bank Pembangunan Jerman-KfW) bekerja atas nama Kementerian Federal Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan Jerman (BMZ) sebagai representasi Pemerintah Republik Federal Jerman.

Terdapat dua bentuk kerjasama bilateral antar pemerintah yang dibiayai dari dana anggaran pemerintah Federal Jerman:
a.       Technical Cooperation, yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi tenaga kerja dan organisasi di negara-negara berkembang dengan cara mengirimkan tenaga ahli. Hal ini utamanya dilakukan oleh German Agency for Technical Cooperation (GTZ), Eschborn, dimana KfW bekerjasama secara erat dengannya di tingkat negara (country level) dalam proyek-proyek kerjasama dan pada masalah-masalah teknis.
b.      Financial Cooperation, yang ditujukan untuk meningkatkan kondisi hidup masyarakat di negara-negara berkembang melalui pendanaan investasi di bidang infrastruktur, sistem keuangan, dan perlindungan lingkungan. Financial Cooperation ini dilaksanakan oleh KfW, Frankfurt am Main, atas nama Pemerintah Republik Federal Jerman.

D.    Profil Lembaga The Global Fund to fight AIDS, Tubercolosis, and Malaria (GFATM/Global Fund)
1.   Sejarah Global Fund.
            Untuk menghadapi terus meningkatnya kebutuhan pendanaan yang disebabkan oleh meningkatnya jumlah penderita, obat-obatan yang diperlukan, dan perawatan lainnya dalam menangani penyebaran penyakit AIDS, tuberkulosis, dan malaria di seluruh dunia, maka dibutuhkan suatu aliran pendanaan baru yang lebih efektif dengan berdasarkan pemberian grants kepada negara miskin dan berkembang.  

Tabel II.1 Peningkatan Penanganan Kasus Penyakit
Penanganan Kasus
Mid 2007
Dec 2007
Mid 2008
Peningkatan setiap tahunnya
HIV/AIDS
Pasien (ODHA) yang menjalani perawatan

1.1 juta Orang

1.4 juta
Orang

1.75 juta
Orang

59%
TBC
Pasien yang menjalani pengobatan

2.8 juta Orang

3.3 juta
Orang

3.9 juta
Orang

39%
Malaria
Pemberian obat dan kelambu

30 juta Orang

46 juta
Orang

59 juta
Orang

97%

                                                     Sumber: Global Fund

Atas usul Sekretaris Jenderal PBB saat itu, Koffi Annan, dan dukungan dari kelompok negara maju G8, the Global Fund to Fight AIDS, Tuberculosis and Malaria (disingkat GFATM atau sering disebut juga Global Fund) akhirnya didirikan di Geneva, Swiss, pada Januari 2002 dengan Prof. Michel Kazatchkine sebagai Direktur Eksekutif.

            Karakteristik Global Fund yang menarik banyak pujian selama berdirinya hingga sekarang adalah transparansi yang diutamakan organisasi ini. Semua informasi mengenai cara kerja Global Fund termasuk proses pengambilan keputusan yang agak sensitif, tersedia di website resminya, www.theglobalfund.org.

2.   Fungsi dan Tugas Global Fund.
            Yang penting untuk diketahui, Global Fund lebih kepada lembaga pembiayaan daripada lembaga pelaksana proyek/kegiatan (implementing agency). Hal ini berarti sekretariat Global Fund yang memiliki 250 staf di Geneva hanya melakukan monitoring pelaksanaan proyek yang didanai oleh dana hibah dari Global Fund. 

Untuk memutuskan proyek mana yang layak untuk dibiayai, Global Fund akan membentuk sebuah steering commite di masing-masing negara yang disebut Country Coordinating Mechanism (CCM). Di negara kita sendiri, telah dibentuk CCM GFATM Indonesia yang didirikan pada tahun 2002 sebagai sebuah forum untuk koordinasi nasional pengelolaan dana hibah dari Global Fund yang anggotanya terdiri dari perwakilan pemerintah, LSM lokal dan internasional, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), organisasi massa, dan lembaga sektor publik lainnya.

CCM GFATM Indonesia diketuai oleh Dr. Arum Atmawikarta, MPH, yang saat ini juga menjabat sebagai Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Bappenas. Tugas dan Peran CCM:
a.       Mengajukan proposal kegiatan kepada Global Fund;
b.      Mengkoordinasikan agar kegiatan tepat waktu;
c.       Melakukan supervisi dan monitoring penggunaan dana hibah Global Fund dan program pelaksanaan pemberantasan AIDS, tuberkulosis, dan malaria yang didanai oleh Global Fund;
d.      Mengevaluasi kinerja penerima hibah Global Fund;
e.       Menghubungkan kebijakan nasional yang berkaitan terhadap pemberantasan AIDS, tuberkulosis, dan malaria dengan Millennium Development Goals (MDGs).
Gambar II.1 Mekanisme Pengajuan Proposal Kegiatan Yang Didanai Global Fund








 





Sumber: Diolah dari www.globalfund.org

Setelah kegiatan yang diajukan CCM GFATM Indonesia disetujui oleh Global Fund, selanjutnya pendanaan kegiatan tersebut akan diprogramkan di luar anggaran pemerintah (off budget) melalui sistem manajemen hibah Global Fund sebagai dana non anggaran pemerintah.

E.     Gambaran Umum Mengenai Pengalihan Utang (Debt Swap) Pemerintah Jerman-Indonesia.
Sebagai gambaran, selama ini Pemerintah Jerman merupakan kreditor utama yang menjadi pelopor program pengalihan utang (debt swap) di Indonesia. Dari Pemerintah Jerman, syarat utang yang dapat di debt swap adalah jenis pinjaman lunak atau disebut juga ODA Loans

Menurut PP No.2 Tahun 2006 tentang tata cara pengadaan pinjaman dan/atau penerimaan hibah serta penerusan pinjaman luar negeri, pinjaman lunak adalah pinjaman yang masuk dalam kategori Official Development Assistance (ODA) Loan atau Concessional Loan, yang berasal dari suatu negara atau lembaga multilateral, yang ditujukan untuk pembangunan ekonomi atau untuk peningkatan kesejahteraan sosial bagi penerima dan memiliki komponen hibah (Grant Element) sekurang-kurangnya 35%.

Terhitung sudah empat kali program debt swap yang telah disepakati Pemerintah Jerman-Indonesia dan kesemuanya tanpa melibatkan perantara (intermediary), diantaranya:
1.      Debt Swap I for Education – “Elementary Education – Learning Resources Centers” yang proyeknya dilaksanakan oleh Departemen Pendidikan Nasional;
2.      Debt Swap II for Education – “Junior Secondary Education in the Eastern Region” yang proyeknya juga dilaksanakan oleh Departemen Pendidikan Nasional;
3.      Debt Swap III for Nature – yang terdiri dari dua proyek, yaitu: “Financial Assistance for Environtmental Investments for Micro and Small Enterprises Project” yang dilaksanakan Kementerian Lingkungan Hidup, dan “Strengthening the Development of National Parks in Fragile Ecosystems” yang dilaksanakan Departemen Kehutanan;
4.      Debt Swap IV for Education – “School Reconstruction and Rehabilitation in Earthquake area in Yogyakarta and Central Java” yang proyeknya dilaksanakan oleh Departemen Pendidikan Nasional.

Debt swap pertama yang dikenal dengan Debt Swap I for Education sudah direalisasikan. Sedangkan program debt swap lainnya, salah satunya sudah memasuki proses audit dan sebagian masih dalam tahap implemenasi (on going). Debt 2 Health sendiri direncanakan akan menjadi program debt swap yang kelima antara Pemerintah Jerman-Indonesia yang diberi nama resmi: Debt Swap V – “Debt 2 Health through Global Fund to fights AIDS, Tubercolosis and Malaria (GFATM)”.
--------------------------------------------------------- 
 udah ah.. ga usah banyak2.. paling juga ga ada yang baca.. 
sebenernya dulu lebih minat ke DJPU.. eh malah terdampar di BPPK.. :hammer:
 nasib..

2 komentar:

  1. assalamualaikum wr wb
    mas fajar, perkenalkan saya satria, kemarin saya mengirim pesan ke alamat email mas, saya tertarik pengen baca laporan mas, kalau tidak keberatan bisa tolong baca email saya y mas :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

      Hapus