Minggu, Desember 05, 2010

Tolak Pajak Warteg 10 %

Seperti diberitakan detik.com (4/12), Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana mengenakan pajak bagi pengusaha warteg sebesar 10%. Kebijakan pajak ini akan diterapkan per 1 Januari 2011 mendatang. 

Aturan pajak untuk warteg ini bakal tercantum dalam Perda Pajak Restoran yang saat ini sudah selesai dibahas di DPRD DKI Jakarta. Namun perda tersebut belum disahkan. Rencananya, Pemprov DKI Jakarta juga akan membuat Pergub untuk khusus mengatur soal pajak warteg ini.

Perda tersebut merupakan turunan dari UU 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dalam pasal 22 berbunyi pajak restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. Sedang pasal 23 berbuyi restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa boga/katering.

Menurut gw kebijakan Pemda DKI bener2 keterlaluan dan ga bisa diterima. Apa sih sebenernya fungsi pajak.?

Secara umum, pajak merupakan bentuk iuran rakyat yang dibayarkan kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tanpa memberikan imbal jasa atau kontra prestasi langsung kepada pembayarnya, dan digunakan untuk membiayai pelaksanaan fungsi pemerintahan.

Di Indonesia sendiri jenis pajak dibagi dua. Pertama, pajak negara yang dananya dihimpun untuk membiayai anggaran pemerintah pusat (APBN) seperti pajak penghasilan (pph), pajak pertambahan nilai (ppn), dll. Kedua, pajak daerah yang dihimpun pemerintah daerah untuk membiayai APBD seperti pajak kendaraan bermotor, pajak reklame, dan juga pajak hotel dan restoran.

Pemda DKI emang butuh penarikan pajak atau retribusi daerah sebagai sumber pembiayaan APBD yang tercantum dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD), tapi apa iya warteg sebegitu layaknya dikenakan pajak juga.?
Padahal fungsi pajak ga cuma budgetair alias sebagai sumber pendanaan anggaran, pajak juga punya fungsi reguleren yang artinya pajak juga merupakan instrumen bagi pembuat kebijakan dalam mengatur perekonomian.

Warteg identik dengan masyarakat kecil. Bagi kota besar seperti Jakarta, peran warteg ga bisa dianggap sebelah mata dalam perekonomian. Konsumen warteg umumnya adalah penduduk kelas menengah kebawah yang merupakan sebagian besar dari penduduk Jakarta.

Bayangkan, pajak yang dikenakan pada warteg akan menyebabkan kenaikan harga yang dibebankan kepada konsumen. Masalah pun timbul, berapa tingkat inflasi karena kenaikan harga, bagaimana dengan daya beli masyarakat yang semakin berkurang?. Di pihak warteg sendiri, kenaikan harga akan menurunkan daya saing sehingga konsumen mungkin akan berkurang atau mengurangi pembelian, warteg pun lama2 bisa bangkrut.

Dengan begitu pemda DKI sama saja mematikan usaha warteg dan dampaknya bagi perekonomian juga akan negatif. Kesejahteraan masyarakat benar2 akan semakin berkurang dengan kebijakan ini.

Alasan yang dikemukakan pemda adalah bahwa Pajak 10 persen akan diterapkan kepada pengusaha jasa makanan di DKI setelah jajaran Dinas Pelayanan Pajak DKI melakukan pendataan terhadap warteg maupun warung makan lain yang bisa dikenakan pajak. Warteg  yang akan dikenakan pajak, adalah yang beromzet lebih dari Rp 60 juta pertahunnya.

Ya sama aja, pajak ujung2nya oleh pengusaha warteg akan dibebankan kepada konsumen dalam bentuk kenaikan harga..

Seberapa besar sih pengusaha warteg yang omzetnya diatas 60 juta per tahun.? padahal mungkin gaji  semua pegawainya aja masuk PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak)...

Apa iya kalo ngga dikenakan pajak para pengusaha warteg keenakan ga bayar apa2.? 

ya wajibkan aja pengusaha warteg punya NPWP dan wajib setor pajak penghasilan sesuai dengan laba atau penghasilan yang didapat dari usaha warteg tersebut..

kan kalo gitu uang pajaknya masuknya ke negara, bukan ke pemda.?

lah.. ini dia pemikiran raja2 kecil sok kuasa.. lah pemda ini apa toh.? bagian dari negara republik Indonesia juga apa bukan? apa mereka pikir mereka ini negara dalam negara.?

lagian di APBN ada juga pos transfer daerah yang artinya sebagian dana dalam APBN juga nanti di berikan kembali kepada pemerintah daerah melalui Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), ataupun Dana Otonomi Khusus..

Intinya, kebijakan perpajakan juga harus mempertimbangkan dampaknya. Percuma menambah pendapatan daerah tapi kalo ujung2nya menimbulkan ekonomi biaya tinggi.

Intensifikasi dalam meningkatkan hasil pajak emang bagus dan ga ada salahnya, tapi diliat2 dulu.. Emang ga ada obyek pajak lain yang lebih potensial dibandingkan warteg.? Warteg ini kan usaha mikro, udah sepantasnya diberi insentif. Bukannya malah dihambat pertumbuhannya.

Berapa tenaga kerja yang terserap dari sebuah warteg yang beroperasi.? bahkan efeknya juga merembet ke sektor perdagangaan sebagai pemasok bahan baku. Pasar pun menggeliat dan ekonomi berputar, apalagi ini ditingkat masyarakat bawah.

Bagaimana mau maju kalo para wirausahawan mandiri di tekan habis2an sedangkan pemerintah sendiri ga bisa optimal dalam hal penyedian lapangan pekerjaan bagi warganya..

5 komentar:

  1. ooo..jadi ini bukan kebijakan yg d'terapkan oleh pihak kemenkeu bidang p'pajakan toh? lah mang boleh pihak lain yg bukan bidang pajak (c/: Pemda) asal bikin "kebijakan" pajak tanpa laporan/kerja sama dgn kemenkeu? klo mang ga boleh bearti bs d'katakan pihak Pemda DKI melakukan pelanggaran dunx?

    *untung gw ga jd ambil 'jatah' gw d'pemda DKI,,wktu tu kan gw lulus tes'a hahahahaha

    BalasHapus
  2. ini emang udah bagian dari desentralisasi perpajakan daerah..

    kan ini dampak dari otonomi daerah...

    *menkeu bisa merekomendasikan pembatalan perda tentang pajak daerah dan retribusi ke mendagri

    dan juga bisa mengenakan sanksi kepada daerah yang bandel melalui pemotongan atau penundaan DAU yang ditransfer ke daerah misalnya..

    *kalo tentang pajak warteg ini sih sebenernya sah secara peraturan tapi menurut gw ga layak diperjuangkan ataupun diteruskan diliat dari sudut pandang lain..

    BalasHapus
  3. inti'a pihak menkeu setuju ga ma ni perda? klo ga setuju yaa minta d'batalin aja (gw dukung hohoho, entah knp darah aktivis mulai kembali m'geliat ni :D)
    *neo capitalism ni, masa malah makin m'miskinkan rakyat yg udah miskin..mending d'optimalkan aja pajak yg bwt hotel/resto/rmh makan kalangan atas yg konsumen'a bukan hanya cari kenyang aja tp jg prestise (masa musti demo dulu c heuh...-_-")

    BalasHapus
  4. loh kok jadi pihak menkeu sih..??

    ini kan opini pribadi.... :P

    BalasHapus
  5. oh..bukan ngomongin opini'a menkeu yaa?? mav saya salah paham hehehehe (situ c ngomongin mie ayam, jd ga connect kn gw hahaha :p)

    BalasHapus