Minggu, April 04, 2010

Meluruskan Opini Publik Terkait Kasus Gayus Tambunan

Beberapa hari terakhir ini media dipenuhi pemberitaan mengenai Gayus Tambunan, seorang pegawai direktorat jenderal pajak (DJP) yang diduga melakukan tindak pidana korupsi setelah diketahui keberadaan uang senilai Rp25 miliar pada rekening pribadinya dan juga kepemilikan aset diluar batas wajar bagi seorang PNS golongan III/a.

Entah bagaimana ceritanya, hal tersebut telah membentuk opini negatif masyarakat tentang pajak, pegawai pajak secara keseluruhan, remunerasi kementerian keuangan (kemkeu), dan satu hal yang menurut saya 'tidak rasional' adalah menyalahkan almamater Gayus, yaitu Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) sebagai biang permasalahan.?

1. Ngapain bayar pajak kalo uangnya bakal ditilep pegawai pajak macam Gayus?

Kalimat ini sering sekali saya dengar dari masyarakat umum menanggapi kasus Gayus. Apa iya uang pajak yang kita bayarkan bisa dicuri oleh para pegawai pajak?


Jawabannya 100% tidak mungkin.

Ditjen Pajak (DJP) tidak pernah memegang 'uang cash' penerimaan pajak yang dibayarkan masyarakat. Hal ini disebabkan mekanisme pembayaran pajak yang disetor melalui bank/kantor pos langsung masuk ke rekening kas negara yang dikelola ditjen perbendaharaan. Tugas DJP adalah mengelola administrasi pembayaran pajak atau lebih kepada mengurus surat bukti pelunasan pajak dan meneliti kebenaran perhitungan pembayarannya.

Terus, uang korupsi darimana yang bisa bikin Gayus hidup supermewah?

Kemungkinan besar yang terjadi adalah praktek penyuapan, pemerasan, atau bisa juga kongkalikong antara pegawai DJP dengan wajib pajak (WP) itu sendiri. Misalkan, suatu perusahaan berdasarkan perhitungan harus membayar pajak sejumlah 1M. Namun karena si pengusaha ingin mendapatkan profit yang maksimal dengan segala cara, maka pengusaha tersebut bekerja sama dengan oknum pegawai 'nakal' macam Gayus, agar pajak yang dibayarkan hanya Rp500 juta saja dan sebagai imbalan, pegawai pajak tersebut diberi Rp100 juta untuk 'kerjasama'-nya.

2. Semua pegawai pajak pasti korup?

Saya kira menggeneralisir tidaklah bijak. Mungkin saat ini memang masih banyak pegawai macam Gayus yang belum ketahuan, namun saya yakin masih banyak pula pegawai DJP yang bersih.

3. Remunerasi di Kemkeu harus dicabut karena reformasi birokrasi gagal?

Sebenarnya reformasi bukan cuma sekedar peningkatan penghasilan pegawai agar tidak korupsi. Sebagai konsekuensi penerapan reformasi birokrasi, Kemkeu juga menerapkan ketentuan yang mengatur SOP, kode etik, dan penegakan disiplin.

Contohnya dalam pemberian kompensasi pegawai, selain golongan pegawai (misalnya Gol. I,II,dst.), ada sistem grade/peringkat kinerja tiap pegawai yang penilaiannya dievaluasi 6 bulan sekali. Jadi walaupun sama-sama satu golongan, penghasilan (take home pay) yang diterima pegawai besarnya berbeda-beda tergantung kinerja masing-masing.

Selain itu, jam masuk kantor di Kemkeu ditetapkan pukul 07.30 dan jam pulangnya pukul 17.00. Pulang sebelum waktunya atau terlambat 1 detik pun akan menyebabkan tunjangan dipotong 1,25%. Dan tidak ada titip absen karena menggunakan mesin 'finger print'. Sedangkan pegawai yang tidak masuk kerja (diluar cuti tahunan) dikenakan potongan 5% tiap 1 harinya.

Kemudian Kemkeu juga mulai menerapkan Balance Score Card dan Analisis Beban Kerja untuk meningkatkan kinerja organisasi.

4. Kasus Gayus menunjukan STAN yang gagal dan harus dibubarkan?

Anda tahu Mulyana W. Kusumah, aktivis dan juga seorang kriminolog UI yang akhirnya mendekam di penjara karena kasus korupsi pengadaan barang di KPU?, atau pernah ingat Laksamana Sukardi, mantan meneg BUMN dan alumnus ITB yang terlibat kasus dugaan korupsi penjualan kapal super tanker (VLCC) Pertamina?

Apakah dengan contoh tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa UI dan ITB menghasilkan produk gagal?

Jawabannya tentu saja Tidak.

Begitu juga apa yang dilakukan Gayus murni adalah perbuatan individu. Dan untuk menjaga diri dari godaan melakukan korupsi adalah urusan iman dan moral pribadi masing-masing.

Jadi tidak tepat menimpakan kesalahan kepada lembaga pendidikan, seperti STAN, perihal kasus Gayus. Apalagi dalam pembinaan mahasiswa, justru STAN telah berupaya maksimal dengan memberikan mata kuliah 'Etika Profesi PNS' dan 'Tindak Pidana Korupsi' bekerjasama dengan KPK. Bahkan mencontek ketika ujian akan berakibat mahasiswa yang bersangkutan dikeluarkan (DO).

Selain itu, masyarakat umumnya selalu berasumsi bahwa lulusan STAN = pegawai pajak / bea cukai, padahal setiap tahunnya STAN meluluskan sekitar 3000an mahasiswa yang tersebar ke berbagai instansi. Mulai dari lingkungan Kemkeu (terdiri dari 12 eselon I/setingkat ditjen) hingga instansi diluar Kemkeu, seperti Kemenko Perekonomian, BPKP, & BPK.

Pegawai di Kemkeu sendiri tidak hanya lulusan STAN tapi banyak juga alumni perguruan tinggi lain yang masuk melalui jalur penerimaan CPNS.


Janganlah terburu-buru dalam menghakimi suatu permasalahan. Lihat secara obyektif dan lebih mendalam karena media massa saat ini pun makin diragukan profesionalitas dan independensinya.

2 komentar:

  1. baiklah saya mengerti...hehehe

    tp kaget jg pas tw klo gaji pegawai pajak gol 3a /bulan bisa sebesar itu, klo mang setimpal ma kinerja'a c ya gapapa :D

    situ jgn t'goda utk ngikutin pak Gayus yaa haha ;p

    BalasHapus
  2. sebenernya diantara eselon-eselon I di kementerian keuangan, Ditjen Pajak sama Bea Cukai remunerasi nya emang lebih besar....

    jadi kalo di tempat lain mah remunerasinya ga sebanyak itu..

    BalasHapus